PROSES KOMUNIKASI TEKS SASTRA
Daftar Isi
Jika
seseorang setuju dengan pandangan I.A, Richards, yang disusun pada awal 1929,
bahwa “…seni merupakan bentuk tertinggi dari aktivitas yang komunikatif”
(Richards, 1929:16), maka studi terhadap seni dapat digambarkan sebagai suatu
hal yang berkaitan erat dengan semiotik dan teori informasi. Studi sastra yang
berorientasi pada teori informasi dan semiotik menganggap teks sastra terdiri
atas seperangkat tanda yang merupakan bagian dari proses komunikasi antara teks
dan pembaca apabila teks dibaca oleh pembaca. Teks sastra dilihat sebagai suatu
pesan yang dicerna (decoded) oleh
pembaca (receiver) dan dikirim (encoded) oleh pengirim (sender). Alasan ini merupakan starting-point bagi kebanyakan
teori semiotik dalam sastra dan
komunikasi.
Dalam
kaitan ini perlu diingat bahwa pengadaptasian konsep teori-teori informasi dan
semiotik bagi studi teks komunikasi sastra terdapat pula bahaya penerapan yang
percuma dan pengadaptasian yang tidak mencapai sasaran (van Dijk, 1971:81); dipihak
lain, hipotesis yang sesuai harus disusun untuk mengkhususkan konsep-konsep
yang diimpor. Jika tidak, seperti dinyatakan oleh Weinold (1972a;14):
(“…diantara perlengkapan modern ketidak jelasan yang lama itu tetap ada”). Lagi
pula, seseorang dapat bertanya pada diri sendiri, misalnya seperti yang
dilakukan oleh Richards (1960:242-244), apakah konsep-konsep semiotik dan teori
informasi benar-benar merupakan bantuan yang besar bagi linguistik, studi media
komunikasi sastra. Pertanyaan yang senada akhir-akhir ini telah diungkap oleh
Hein Leferink (1976). Penjelasan berikut ini diharapkan dapat memberikan
jawabannya.
Dalam lima belas tahun terakhir,
strukturalisasi rusia menjadi kuat dibandingkan dengan aliran-aliran lain,
dalam hal penerapan teori informasi dan semiotik bagi studi sastra. Buku
Lotman, die Struktur Literarischer Texte,
merupakan wakil teori-teori strukturalisme kontemporer rusia sepanjang
berkenaan dengan teks sastra. Lotman memandang seni sebagai suatu cara
komunikasi yang spesifik, sebagai suatu “bahasa” yang disusun dengan cara yang
aneh. Ia memberi istilah “bahasa” (kode) sebagai suatu arti yang sangat luas,
yang umumnya dalam semiotik disebut: suatu sistem yang diatur, yang berperan
sebagai sarana komunikasi, dan yang memakai tanda-tanda. Lotman menunjukan
bahwa terdapat bermacam-macam bentuk komunikasi yang hanya dapat ditransmisi
dengan sarana bahasa yang diorganisasikan secara khusus. Sebagai contoh tidak
hanya aljabar dan kimia yang memiliki bahasa tersendiri, tetapi juga seni: seni
serupa dengan suatu generator bahasa yang terorganisasi dengan baik. Tujuan
umum buku Lotman, yaitu memberi penjelasan tentang “bahasa seni” dan hubungan
antara bahasa dengan teks-teks
Teori
dasar Lotman memiliki implikasi bahwa seni adalah suatu jenis bahasa sekunder
dan oleh karena itu karya seni adalah teks dalam bahasa ini. Jika suatu karya
seni memberi tahu kepada penikmat (penerima) tentang sesuatu (proses
komunikasi), maka suatu perbedaan harus dibuat antara ‘pesan’ disatu pihak dan
‘bahasa’ di lain pihak.
Roman
Jakobson adalah salah seorang dari teoretikus yang pertama-tama berusaha
menjelaskan proses komunikasi teks sastra. Dalam artikelnya yang terkenal Linguistics
and Poetics, Jakobson menerangkan bahwa ada enam fungsi bahasa yang
berbeda, yang merupakan faktor-faktor pembentuk dalam setiap jenis komunikasi
verbal. “ADDRESSER ‘PENGIRIM’ mengirimkan suatu MESSAGE ‘PESAN’
kepada seorang ADDRESSEE ‘YANG DIKIRIMI’. Agar operatif, pesan tersebut
memerlukan CONTEXT ‘KONTEKS’ yang menunjuk pada (…), sehingga dipahami
oleh yang dikirimi dan dapat diverbalisasikan; suatu CODE ’KODE’ secara
penuh atau paling tidak sebagian, umum bagi pengirim dan yang dikirimi (atau
dengan kata lain bagi pembuat kode dan pengarti kode); dan akhirnya, suatu CONTACT
‘KONTAK’, suatu saluran fisik dan hubungan psikologis antara pengirim dan
yang dikirimi, memungkinkan keduanya mamasuki dan berada dalam komunikasi (Jakobson)
CONTEXT
MESSAGE
ADDRESSER-----------------------------------ADDRESEE
CONTACT
CODE
Diagram
3 : Model Jakobson bagi semua jenis komunikasi verbal
Model
tersebut memungkinkan Jakobson untuk melanjutkan konsepnya tentang fungsi
puitik. Fungsi puitik bertumpu pada orientasi spesifik pembaca kearah pesan,
yang dirangsang oleh kualitas-kualitas tertentu pesan itu. Oleh Jakobson,
fungsi puitik sering didefinisikan: “seperangkat Model tersebut memungkinkan Jakobson untuk melanjutkan
konsepnya tentang fungsi puitik. Fungsi puitik bertumpu pada orientasi spesifik
pembaca kearah pesan, yang dirangsang oleh kualitas-kualitas tertentu pesan
itu. Oleh Jakobson, fungsi puitik sering didefinisikan: “seperangkat yang
mengarah kepada pesan secara terpusat, pada pesan itu sendiri, merupakan fungsi
puitik bahasa” (Jakobson, 1960:356). Dengan demikian, fungsi puitik dapat
dijumpai dalam semua proses komunikasi verbal, apabila perhatian hanya
diarahkan pada pesan itu sendiri. Sesungguhnya Jakobson telah menunjukan pada
tahun 1935 bahwa fungsi puitik atau estetik tidak terbatas pada teks sastra
khususnya dan karya seni umumnya, tetapi muncul juga dalam artikel surat kabar,
ceramah, dan sebagainya (Jakobson, 1935).
Berdasarkan
atas skema Jakobson, dalam artikelnya Die
Wirklichkeit der Fiktion, Wolfgang Iser mengajukan beberapa saran yang
mungkin mendukung testabilitas studi komunikasi sastra. Dia melihat fiksi tidak
hanya sebagai satu entitas (kesatuan) sendiri, tetapi juga sebagai suatu
struktur komunikasional. Fokus tidak lagi pada arti sastra tetapi seperti apa
pengaruhnya, hal ini mengimplikasikan bahwa perhatian besar harus pada dimensi pragmatik sebuah teks. Iser
membatasi “pragmatik dalam pengertian
morris sebagai sebuah studi terhadap hubungan tanda-tanda tekstual dengan
interpreter”
Suatu
model komunikasi merupakan konstruksi teoritis, yang bertujuan untuk memvisualisasikan
dan memberikan proses pemindahan informasi. Eco membuat skema Teori Informasi
untuk situasi komunikasi yang mungkin berguna untuk pembahasan naskah teater
dalam penelitian ini, sebagai berikut :
Noise
Author
Text Signs
Channel Signs Text Reader
Code
Diagram
: Model Proses Komunikasi Jakobson bagi Teks sastra (Jakobson)
Dalam
Jakobson Source ‘sumber’ adalah Author ‘pengarang’, Transmitter dan Message
bersamaan hadir melalui Text, dan Reader berkenaan hadir sebagai Receiver.
Andaikan
seorang pengarang menulis naskah teater dan pembaca membacanya, pengarang dan
pembaca adalah dua kutub proses komunikasi yang sedang berperan. Sejauh yang
dipermasalahkan adalah pengarang, Encoding internal bagi suatu teks terjadi
dengan proses berpikir dan perlambangan. Dari sudut pandang teori informasi,
sebuah teks sastra dapat dipandang sebagai seperangkat tanda yang
ditransimisikan melalui suatu saluran kepada pembaca. Dalam proses pembacaan
suatu naskah, saluran komunikasi terdiri atas materi kertas dengan
ketikan-ketikannya. Kode yang dipilih pengarang dan diketahui atau sebagian
diketahui oleh pembaca memungkinkan pembaca untuk men-decode tanda-tanda tekstual
dan mengaitkan makna dengan materi teks. Perbedaan antara saluran dan kode, adalah; saluran
memungkinkan pembaca membaca teks sastra, sedangkan kode memungkinkan pembaca
untuk menafsirkan teks sastra. Diagram Jakobson tidak hanya dapat diterapkan
pada proses komunikasi sastra, prinsipnya model tersebut dapat diterapkan pada
setiap bentuk komunikasi estetis (film, musik, lukisan, dan sebagainya)
(Segers)
(Sumber tulisan : Segers,
Rien. T. Evaluasi Teks Sastra, alih
bahasa Suminto Sayuti A, The Adi
Citra Karya Nusa, Yogyakarta, 2000.)
Posting Komentar