MEKANISME PENGANGKATAN DUTA BESAR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945
Daftar Isi
Ini mekanisme pengangkatan duta besar setelah perubahan uud 1945. Dalam
pengangkatan duta yang akan ditempatkan di negara lain, Presiden terlebih
dahulu mendengarkan pertimbangan DPR. Hal ini diatur dalam perubahan UUD 1945
pada Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan "Dalam pengangkatan duta,
Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat". Ini memungkinkan partisipasi DPR dalam
pengangkatan duta, sehingga kekuasaan untuk mengangkat duta tidak semata-mata
hak prerogratif Presiden. Namun juga merupakan hak DPR dalam fungsi pengawasan
untuk mempertimbangkan setiap duta yang akan ditempatkan di negara sahabat yang
tentunya akan membawa kepentingan negara berarti juga kepentingan masyarakat
Indonesia secara keseluruhan.
Adapun
mekanisme pembahasan calon Duta Besar Republik Indonesia untuk negara sahabat
tertuang dalam Keputusan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI tanggal 23 Mei
& 29 Agustus 2002 sebagai berikut:
- surat
mengenai pencalonan Duta Besar Republik Indonesia untuk Negara-
negara yang disampaikan oleh Presiden, setelah diterima oleh Pimpinan
Dewan, segera diberitahukan/diumumkan dalam Rapat Paripurna tanpa
menyebutkan nama negara penerima/pengirim - Hasil
pembahasan Komisi I dilaporkan kepada Pimpinan Dewan untuk
selanjutnya disampaikan kepada Presiden secara rahasia.
Terlepas
dari hal itu ketentuan Pasal 13 ayat (2) tersebut menimbulkan polemik dalam
tingkat penafsiran. Bagi DPR Pasal ini dijadikan dasar untuk melakukan dengar
pendapat melalui penilaian uji visi dan misi kepada calon duta besar (dubes)
yang dipilih Presiden. Namun kemudian DPR lewat Komisi I membuat kreteria untuk
memperitimbangkan keabsahan seorang calon dubes. Kreteria tersebut diantaranya.[1]
Pertama, soal umur. Kedua, kemampuan diplomasi seorang diplomat. Ketiga,
penampilan calon dubes. Keempat, kemampuan calon dalam mempersentasikan visi
dan misi. Kelima, pengetahuan materi politik luar negeri dan pengetahuan
tentang negara yang dituju. Dari keteria tersebut dapat dijadikan acuan bagi
lulus atau tidaknya calon dubes. Sedangkan bagi Presiden menganggap bahwa peran
DPR hanya untuk mengesahkan calon dubes yang dipilihnya.
Pengaturan
lain tentang Duta Besar RI bisa dilihat dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri. Pasal 6 menyebutkan kewenangan penyelenggaraan Hubungan
Luar Negeri dan Pelaksanaan Politik Luar Negeri berada ditangan Presiden.
Presiden dapat melimpahkan kewenangan tersebut kepada Menteri. Sedangkan dalam
Pasal 29 dalam Undang-Undang yang sama menyebutkan Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh di angkat dan diberhentikan oleh Presiden, dan merupakan wakil
negara dan bangsa serta menjadi wakil pribadi Presiden Republik Indonesia.
Dalam kontek yang lain namun masih terkait dengan keberadaan Dubes RI sebagi wakil diplomatik dari negara serta mewakili kepentingan nasional bangsa Indonesia. Untuk itu guna memulihkan kepercayaan pihak manca negara atas berbagai situasi multikrisis yang dialami bangsa, ada baiknya dapat kita perhatikan pula Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2000 pada Bab IV mengenai Arah Kebijakan Hubungan Luar Negeri. Pada huruf c menyebutkan "Meningkatkan kualitas dan kinerja aperatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional". Sedangkan Pada huruf d disebutkan Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan Pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional dalam rangka setabilitas, kerja sama dan Pembangunan kawasan.
Bertitik
tolak pada Tap MPR No. IV/MPR/1999, adapun peningkatan kualitas kinerja
aperatur luar negeri dalam hal ini calon Dubes RI untuk ditempatkan disuatu
negara sangatlah perlu dan penting, guna mampu melakukan diplomasi pro-aktif
dalam segala bidang untuk mengangkat dan membangun citra Indonesia di dunia
internasional. Calon Dubes RI pun harus mempunyai kualitas diplomasi, baik
pemahaman maupun pengalaman dalam bidang diplomasi. Hal ini untuk mepercepat
pemulihan ekonomi dan Pembangunan nasional serta berbagai krisis yang dihadapi.
Menurut
Hasjim Djalal sebagai mantan Dubes RI berpendapat bahwa Tap MPR No. IV/MPR/1999
tentang GBHN 1999-2004 mengenai Arah Kebijakan Hubungan Luar Negeri dapat
dijadikan visi dan misi diplomasi Indonesia. Sedangkan mantan Menlu Ali Alatas
pernah menggariskan kreteria bagi diplomasi Indonesia, yaitu teguh dalam
pendirian dan prinsip namun luwes dalam pendekatan, efektif dan dinamis menuju
sasaran, senantiasa mencari keharmonisan/keserasian antara negara, menjauhi
konfrontasi/politik kekerasan, menjembatani kepentingan yang saling berbeda,
memperbanyak kawan dan mengurangi lawan, didukung profesionalisme yang tangguh
dan tanggap, aktif, kreatif, dan asertif.
Posting Komentar